STUDY KASUS
DALAM PERUSAHAAN PERBANKAN
Setelah
digegerkan oleh kasus Bank Century beberapa waktu lalu, kali ini Indonesia
kembali digegerkan dengan pembobolan dana nasabah Citibank. Direktorat Tindak
Pidana Ekonomi danKhusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menahan
tersangka Inong Malinda Dee berusia 47 tahun yang menjabat sebagai Senior
Relationship Manager di Citibank, karena diduga melakukan tindak pidana
perbankan dan pencucian uang dari uang nasabah yang dipegangnya. Dana nasabah
itu lalu dialirkan ke berbagai rekening milik Malinda maupun perusahaan.
Salah satu
perusahaan yang menerima aliran dana itu yakni PT Sarwahita Global Management.
Pejabat Citibank yang diduga turut terlibat mendirikan PT Sarwahita Global
Management (SGM) bersama Malinda Dee telah diberhentikan sementara waktu
oleh pihak Citibank. Pejabat tersebut adalah Reniwaty Hamid. Sementara itu, dua
orang lainnya yang juga diduga turut mendirikan PTSarwahita Global Management
yakni Gesang Situmorang dan Dennis Roy Sangkilawang sudah tidak lagi menjadi
pejabat Citibank. Gesang telah pensiun sementara Dennis telah mengundurkan
diri. Polri menetapkan status saksi pada Reniwati Hamid dalam kasus pencucian
uang dengan tersangka Malinda Dee. Polri mengaku masih fokus kepada Malinda dan
belum membidik direksi PT Sarwahita lainnya. Malinda dilaporkan oleh
Citibank karena adanya pengaduan atau keluhan tiga nasabah bank tersebut
yang kehilangan uang, sehingga total kerugian sementara yang dialami tiga
nasabahsebesar Rp16,6 miliar. Wanita yang lahir di Pangkal Pinang pada 5 Juli
1965, sudah 20 tahun bekerja di bank milik Amerika Serikat dan telah tiga
tahun melakukan aksi kejahatan perbankan tersebut. Citibank mengakui
terbongkarnya dugaan kejahatan pembobolan dana nasabah oleh Malinda Dee bukan
temuan audit internal perusahaan tapi laporan nasabah. Direktur Kepatuhan
Citibank Yesica Effendi menceritakan kronologi terbongkarnya kasus ini bermula
pada 9 februari 2001 di mana seorang nasabah menanyakan kepada Malinda Dee
tentang berkurangnya dana pada rekening oleh transaksi yang tidak dikenali.
Kepala Divisi
Hubungan Masyarakat(Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Anton Bachrul Alam mengatakan
modus yang dilakukan Malinda dengan sengaja telah melakukan pengaburan
transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa “slip transfer”.
Seorang “teller” Citibank yang berinisial D telah ditetapkan sebagai tersangka
dan dua kepala “teller” Citibank Landmark yang berinisial W dan N sudah
dimintai keterangan, sementara pihak-pihak yang diduga terlibat kasus ini juga
terus dikejar. Sedangkansaksi-saksi yang telah diperiksa hingga kemarin ada 25
orang. Anton merinci saksi-saksi itu tigaorang nasabah Citibank yang melaporkan
aksi Malinda ke bank, 18 karyawan Citibank, dan sisanya berasal dari PT Sarwahita
Global Management. Malinda mengatakan, Citibank telah menampung dana pencucian
uang nasabah Malinda selama10 tahun. Dan selama itu pula para atasan Malinda di
Citibank cabang Landmark sangat mengetahui apa yang dilakukan Malinda terhadap
uang nasabahnya. Pasalnya Malinda menjadi perpanjangan tangan nasabah
untuk mencuci uang tabungan tersebut. Malinda akan menawarkan jasa lain
dengan memindahkan rekening nasabah ke bisnis lain seperti asuransi dan
produk Citibank lainnya. Dari pencucian uang nasabah ke bisnis lain,
nasabah akan mendapatkan keuntungan. Kartu identitas (KTP) lebih dari satu jadi
sarana Malinda Dee melancarkan aksi penggelapan dana nasabah dan pencucian
uang yang dipraktikkan di delapan bank dan dua perusahaan asuransi. Kepala
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein
mengatakan, pihaknya menemukan 28 transaksi mencurigakan dengan rekening atas
nama Malinda Dee, tersangka penggelapan uang Citibank dan pencucian uang.Yunus
Husein sebelumnya membenarkan ada eks pejabat yang ‘dikerjai’ Malinda. Namun,
sang eks pejabat yang kini telah pensiun itu tidak melapor ke polisi. Sementara
itu, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo memilih merahasiakan identitas sang eks
pejabat itu.
Berdasarkan
keteranganPolri, ada 3 nasabah Malinda yang menjadi korban. Mereka sudah
menjalani pemeriksaan. Polri juga pernah menyampaikan total uang yang
dikuras, untuk sementara mencapai Rp 17 miliar. Polri juga sudah menyita 4
mobil mewah dan rekening milik Malinda senilai Rp 11 miliar. Malinda dijerat
pasal pencucian uang dan penggelapan. Mobil mewah masing-masing mobil, Ferrari
merah seri F430 Scuderria, Mercedez Benz warna putih dengan seri E350 dua
pintu dan Ferrari merah bernopol B 125 Dee seri California dan telah
dititipkan di Rumah Penitipan Barang Sitaan (Rupbasan). Mobil disita dari
apartemen Pacific Place dan di Capital Residence, mungkin ada satu mobil yang
dikejar yakni Alphard. Selain itu, diduga Malinda juga memiliki tiga unit
apartemen salah satunya di SCBD. Baik mobil mewah dan apartemen milik Malinda
dibeli secara kredit
Penyelesaian :
Bank
Indonesia (BI) menyatakan telah menghentikan untuk sementara (suspend)
penghimpunan nasabah baru di segmen prioritas Citibank Indonesia (Citi
Indonesia), yaitu Citigold Wealth Management Banking (Citigold). Hal itu
dilakukan sebagai sanksi administratif atas kasus pembobolan dana nasabah
senilai Rp 17 miliar oleh seorang relationship manager (RM) bernama Melinda Dee (MD)
alias Inong Malinda.
“Kami sudah
melakukan berbagai tindakan untuk mengkaji masalah ini, termasuk mengenakan
sanksi. Saat ini Citigold sudah di-suspend untuk penghimpunan nasabah baru. Namun nasabah
lama dan transaksinya tetap berjalan,” kata Gubernur BI Darmin Nasution dalam
Rapat Dengar Pendapat di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta,
Rabu (6/4).
Vice President Customer Care Citi
Indonesia Hotman Simbolon mengakui, pihaknya memang sudah menghentikan
penghimpunan nasabah baru Citigold sesuai permintaan BI. Selain karena adanya
praktek kolusi untuk membobol dana nasabah, sanksi tersebut juga diberikan atas
kelalaian Citi Indonesia melakukan rotasi untuk karyawannya. Berdasarkan
permintaan BI, bank harus melakukan rotasi secara berkala untuk menghindarkan
potensi fraud.
“Memang kami
tidak melakukan rotasi RM kami, karena sangat tidak mudah memindahkan
portofolio nasabah dari RM satu ke RM lainnya. Selain itu, banyak nasabah yang
ditangani MD tidak bersedia dipindahkan ke RM selain MD,” jelas Hotman.
Darmin mengatakan, suspend tersebut belum diketahui kapan akan dicabut, karena masih menunggu hasil review BI dan penyelidikan pihak Kepolisian. Jika ditemukan bukti-bukti lainnya yang semakin memberatkan, kata dia, sanksinya bisa berbeda dan bisa lebih berat. Sebagai contoh, pencabutan izin bisnis private banking/priority banking.
Darmin mengatakan, suspend tersebut belum diketahui kapan akan dicabut, karena masih menunggu hasil review BI dan penyelidikan pihak Kepolisian. Jika ditemukan bukti-bukti lainnya yang semakin memberatkan, kata dia, sanksinya bisa berbeda dan bisa lebih berat. Sebagai contoh, pencabutan izin bisnis private banking/priority banking.
BI juga telah
memanggil Chief
Country Officer Citi Indonesia Shariq Mukhtar dan pejabat-pejabat
terkait. Selain itu, surat pembinaan atau teguran juga telah diberikan agar
tidak kembali merugikan nasabah. Dalam surat itu, BI juga meminta Citi Indonesia
melakukan perbaikan internal control, sekaligus meminta penghentian
penghimpunan nasabah prioritas baru.
“Kasus di
Citibank ini terjadi terutama karena tidak bekerjanya internal
control. Supervisi oleh atasan juga tidak optimal. Mereka juga
tidak mengimplementasikan rotasi karyawan secara berkala. Selain itu, dual control
tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan informasi yang baik kepada
nasabah tidak berjalan,” papar Darmin.
Deputi
Gubernur BI S Budi Rochadi dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah sama-sama
menegaskan bahwa, jika terbukti melanggar ketentuan yang berlaku, manajemen
Citi Indonesia bisa di-fit and proper test ulang. Namun Halim telah mengakui,
terdapat prosedur yang dilompati dalam kasus transfer dana tersebut. Hal itu
berarti terjadi penyalahgunaan wewenang oleh MD.
Terkait
pengawasan BI secara umum terhadap individu bank masing-masing, kata Darmin,
salah satu potensi risiko yang perlu dicermati adalah operasional, terutama standard
operational procedure (SOP), sumber daya manusia (SDM), dan sistem
informasi. “Untuk pengawasan terhadapnya, terutama perilaku pegawai dan
kelemahan SOP, secara berkala BI me-review hasil assesment terhadap laporan pihak audit internal bank
maupun eksternal, yaitu kantor akuntan publik,” jelas Darmin.
Priority Banking Rawan
Sebelumnya,
Peneliti Eksekutif Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) BI
Ahmad Berlian mengatakan, priority banking memang cukup rawan karena dalam
segmen itu, nasabah menuntut kemudahan, sehingga menimbulkan peluang untuk berbuat
kejahatan. Sebab itu, BI tengah melakukan kajian untuk menetapkan guidelines
bagi segmen tersebut.
“Banyak hal
yang harus disempurnakan, apakah membatasi jumlah RM, memberikan edukasi lebih
banyak kepada nasabah, atau transparansi produk-produk yang ditawarkan. Setiap
orang harus sadar apa yang dia beli dan bank wajib men-declare tingkat
risikonya,” jelas Ahmad.
Dia juga
tidak memungkiri potensi segmen tersebut digunakan sebagai pencucian uang (money
laundering), kendati BI telah mengaturnya dalam Peraturan Bank
Indonesia (PBI) tentang anti pencucian uang dan pembiayaan terorisme. Namun,
kata Ahmad, justru banyak pelaku pencucian uang yang tidak memilih segmen priority
banking dan lebih memilih segmen perbankan biasa.
Kasus Asuransi dan Cara Penyelesaiannya
PENYELESAIAN
KLAIM ASURANSI CONTRACTORA ALL RISK
(STUDI
KASUS PADA PT.ASURANSI WAHANA TATA TERHADAP PROYEK PEMBANGUNAN JEMBATAN KEBON
AGUNG SLEMAN YOGYAKARTA)
Setahun yang
lalu pernah terjadi sebuah kasus dalam penyelesaian klaim asuransi oleh
perusahaan konstruksi atas proyek pembangunan jembatan Kebon Agung yang
menghubungkan wilayah Kabupaten Sleman dengan wilayah Kabupaten Kulon Progo di
Yogyakarta. Klaim tersebut didasari beberapa kali peristiwa yang tidak terduga
yang terjadi dalam pengerjaan proyek tersebut. Pertama, peristiwa terjadi pada
bulan November 2007, pada saat melaksanakan gelagar bentangan, setelah
pemasangan, selang waktu kurang lebih 17 jam, satu buah bentangan jatuh, dan
satu buah girder yang telah terpasang jatuh dan menyebabkan pecah sehingga
timbul kerugian material. Pada kasus pertama ini pelaksana konstruksi PT Hutama
Karya terlambat membayar premi, seharusnya klaim yang diajukan ditolak oleh PT.
Asuransi Wahana Tata. Namun, dengan pertimbangan adanya hubungan baik antara
pihak pelaksana konstruksi dengan pihak PT.Asuransi Wahana Tata, maka klaim
tetap dapat diajukan dan memperoleh ganti rugi meskipun dalam jumlah yang tidak
semestinya. Hubungan baik ini dalam istilah asuransi dinamakan Ex Gratia. Hal
ini dilakukan atas dasar kesepakatan oleh kedua belah pihak. Kedua, tidak lama
berselang peristiwa berikutnya terjadi pada bulan Desember 2007, ketika
itu sedang musim hujan sehingga menyebabkan Kali Progo tempat proyek tersebut
banjir dan meluap hingga 3 meter. Kondisi ini, menyebabkan pasangan batu dan
beton bertulang runtuh dan lima buah girder retak. Klaim dapat dilaksanakan
secara normal (sesuai pertanggungan), karena semua prosedur telah dipenuhi
sesuai persyaratan. Sehingga, pelaksana konstruksi mendapatkan ganti rugi
sesuai dengan jumlah yang tercantum di dalam polis.
PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI PADA POLIS ASURANSI YANG
MENCANTUMKAN KLAUSULA ARBITRASE
(STUDI KASUS PADA POLIS PT ASURANSI HANJIN KORINDO DAN POLIS PT
ASURANSU JAYA PROTRKSI)
Secara garis
besar substansi dari polis asuransi terdiri dari uraian mengenai obyek yang
dijamin, nama dan alamat penanggung dan tertanggung, jangka waktu berlakunya
polis, risiko atau bahaya yang dijamin dan dikecualikan, syarat-syarat atau
ketentuan umum dan yang terakhir adalah cara penyelesaian sengketa atau
perselisihan apabila terjadi klaim yang biasanya disebut klausula arbitrase
atau penyelesaian sengketa. Klausula arbitrase dalam polis asuransi memuat
ketentuan apabila terjadi sengketa antara penanggung dan tertanggung maka para
pihak sepakat untuk mengupayakan penyelesaian secara musyawarah (amicable
setllement), namun apabila penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai maka
para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Semua polis
asuransi yang dikeluarkan oleh AAUI memuat klausula penyelesaian sengketa
melalui arbitrase, karena itu dalam penulisan ini akan dikaji lebih lanjut
perihal pencantuman klausula arbitrase dalam polis asuransi dan kaitannya
dengan proses penyelesaian sengketa asuransi yang ditempuh oleh para pihak.
Penulisan ini akan membahas dua polis asuransi yang sama-sama mencantumkan
klausula arbitrase dan proses penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh
penanggung dan tertanggung. Kedua polis yang dibahas yakni polis PT Asuransi
Hanjin Korindo dan PT Asuransi Jaya Proteksi memiliki klausula arbitrase yang
sama dan juga sengketa yang sama yakni masalah liability akan tetapi terdapat
inkonsistensi dalam pemberian putusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkait kedua perkara tersebut
.Inkonsitensi yang terdapat dalam kedua putusan tersebut dapat terjadi karena
substansi klausula arbitrase dalam polis yang kurang jelas dan menyebabkan
multi penafsiran, dimana pilihan penyelesaian sengketa melalui lembaga
arbitrase ditetapkan apabila terjadi sengketa terkait perbedaan jumlah yang
harus dibayarkan berdasarkan polis, sedangkan tidak ada ketentuan lain yang
mengatur mengenai penyelesaian sengketa terkait polis apabila menyangkut
liability.
sumber : http://patriciasimatupang.wordpress.com/2012/06/11/studi-kasus-dalam-perbankan-dan-asuransi/
http://www.scribd.com/doc/55245861/kasus-malindahttp://indofinancenews.blogspot.com/2011/04/kasus-pembobolan-dana-bi-hentikan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar