a. Fungsi Bank Dalam Lalu Lintas Keuangan
Bank dapat bertindak sebagai perantara lalu lintas pembayaran
dengan memberikan jasa sebagai berikut :
1.
Transfer (pengiriman)
uang, yakni pengiriman uang antar-daerah atau antarnegara yang dilakukan oleh
bank, atas permintaan nasabah atau masyarakat. Contohnya orang di Jakarta
mentransfer uang kepada orang yang berada diYogyakarta melalui Bank Mandiri.
2.
Melakukan inkaso. Bank
atas nama nasabah melakukan penagihan surat utang atau wesel kepada pihak lain.
3.
Menerbitkan kartu kredit (credit card). Bank menerbitkan kartu
kredit untuk nasabah sehingga nasabah dapat melakukan transaksi pembelian
di supermarket tanpa perlu membawa uang tunai.
4.
Mendiskonto. Bank menjamin jual beli surat berharga yang terjadi
di masyarakat.
5.
Mengeluarkan cek
perjalanan (traveler’s check).Untuk memudahkan transaksi dalam perjalanan, bank
menyediakan cek perjalanan.
6.
Automated teller machine (ATM), yaitu tempat nasabah mengambil
uang tunai yang ditangani oleh mesin.
7.
Pembayaran gaji karyawan. Suatu perusahaan/instansi dapat
membayar gaji karyawannya melalui bank.
8.
Save Deposit Box (SDB), yaitu tempat penyimpanan surat/dokumen
penting/berharga.
b.
Fungsi Bank Indonesia Dibidang Moneter, Lalu lintas
Keuangan Terhadap Bank Umum
Sebagai otoritas moneter, perbankan
dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas
moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem
pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa
diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan
stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan
begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari
efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur
transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem
keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal.
Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi
stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan.
Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga
masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan
Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank
sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas
sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki
tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga
dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan
kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan
stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek
ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu
ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula
sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank
Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting
framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran
vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya
perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui
mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor
perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu,
kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan
mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem
pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain
itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan
serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki
stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum
(law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta
sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan
stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah
menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki
kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila
terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem
sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan
mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan
risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan
yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan
untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin
meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real
time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang
dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai
otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan
keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam
riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang
dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara
macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan
mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas
sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen
dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan.
Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi
otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam
gangguan dalam sektor keuangan.
c.
Fungsi Bank Terhadap Bank Umum
Bank Indonesia memiliki fungsi
sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral
sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran
tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna
menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR
mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini
hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi
memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR
dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun
masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya
sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard.
Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus
diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
d.
Peraturan Perundang-Undang Bank
Indonesia
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6
TAHUN 2009
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR
2 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG
BANK INDONESIA MENJADI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a.bahwa sehubungan dengan telah terjadi krisis
ekonomi secara global yang
mempengaruhi stabilitas sistem
keuangan termasuk perbankan, diperlukan upaya untuk menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan sehingga tidak menyebabkan kesulitan pendanaan
jangka pendek bagi Bank karena ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang
lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar;
b.bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004, Bank
Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
kepada Bank untuk mengatasi
kesulitan pendanaan jangka
pendek Bank;
c.bahwa pengaturan mengenai kriteria agunan
yang dijaminkan oleh Bank
untuk memperoleh kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari
Bank Indonesia tidak sejalan
dengan kondisi ekonomi saat ini, sehingga Presiden telah menetapkan Peraturan
Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia;
d.bahwa perubahan terhadap ketentuan yang mengatur
mengenai kredit
atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah dari Bank Indonesia
kepada Bank untuk mengatasi
kesulitan pendanaan jangka pendek bagi Bank dengan menetapkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
merupakan langkah tepat untuk
menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan;
e.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia
menjadi Undang-Undang;
Mengingat
:
1. Pasal
5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 22 ayat
(1)
dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun
1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik
Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah
diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998
tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor
3790);
3. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan
Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3843)
sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor
3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23
Tahun
1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor
4357);
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6
TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN1999 TENTANG BANKINDONESIA MENJADI
UNDANG-UNDANG
I. UMUM
Dampak
krisis keuangan global saat ini berimbas pada berbagai negara
termasuk
Indonesia, karena sistem keuangan global saling interdependensi.
Menyikapi
krisis keuangan global tersebut pemerintah Indonesia sudah,
tengah,
dan akan terus melakukan berbagai langkah antisipatif dan
mengambil
langkah-langkah responsif dalam membendung dampak krisis
keuangan
global sehingga stabilitas sistem keuangan nasional tetap
terpelihara.
Selama
ini pelaksanaan fungsi sebagai the Lender of the Last Resort
(LoLR)
dilakukan
oleh Bank Indonesia melalui pemberian fasilitas kredit kepada
Bank
yang mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek dan dijamin
dengan
agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, namun
pengaturan
mengenai kriteria agunan tersebut tidak sejalan dengan kondisi
ekonomi
saat ini.
Salah
satu upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan
agar tidak menyebabkan kesulitan pendanaan jangka pendek
bagi
Bank karena ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang lebih kecil
dibandingkan
dengan arus dana keluar adalah dengan merubah kriteria
agunan
yang dijaminkan oleh Bank untuk memperoleh kredit atau
pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia. Pemerintah
menilai
kebutuhan perubahan kriteria tersebut merupakan keadaan
kegentingan
yang memaksa sehingga Presiden telah menetapkan Peraturan
Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank
Indonesia.
Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999
tentang Bank Indonesia oleh Presiden berdasarkan Pasal 22 ayat (1)
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk
memenuhi
kebutuhan yang sangat mendesak dan hal ihwal kegentingan
yang
memaksa merupakan langkah tepat untuk menjaga kepercayaan
masyarakat
terhadap perbankan dalam menghadapi ancaman krisis
keuangan
global, sehingga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor
2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia perlu mendapat persetujuan
Dewan
Perwakilan Rakyat untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang sesuai
dengan
Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Sumber :